<p style="text-align: justify;"><strong>DALUNG (22/01/2023) </strong>- Kegiatan Sarasehan Siwaratri lan Persembahyangan Bersama Ngrastiti Bhakti ritatkala Rahina Siwaratri ring Desa Adat Dalung pada Jumat, (20/1) dilaksanakan bertempat di Areal Pura Dalem Gede Desa Adat Dalung. Dihadiri oleh Perbekel Dalung I Gede Putu Arif Wiratya, S.Sos., Bendesa Adat Dalung Ir. I Nyoman Widana., Jro Mangku Khayangan Tiga lan Pura ring Desa Adat Dalung, Prejuru Desa Adat Dalung, Paiketan Krama Istri, WHDI Desa Adat Dalung, Penayub Sabha Desa, Kertha Desa, Paiketan Yowana Desa Adat Dalung , Paiketan Srati Desa Adat Dalung, serta Kelian Banjar Adat Desa Adat Dalung. Adapun dalam kegiatan ini sebagai Narasumber yaitu Seniman Muda dari Banjar Padang, Kerobokan I Made Agus Santikayasa atau lebih dikenal Gus Cupak memberikan sarasehan terkait dengan apa serta makna Siwaratri.</p> <p style="text-align: justify;"><br /> Dikutip melalui https://phdibanten.org/ Ciwaratri adalah hari suci untuk melaksanakan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudan-Nya sebagai Sang Hyang Siwa. Hari Siwaratri mempunyai makna khusus bagi umat Hindu, karena pada hari tersebut Sang Hyang Siwa diyakini sedang melakukan yoga semadi. Sehubungan dengan hal tersebut, umat Hindu mengadakan kegiatan yang mengarah pada usaha penyucian diri, pemusatan pikiran kehadapan Sang Hyang Siwa, dalam usaha menemukan “kesadaran diri” (atutur ikang atma ri jatinya). Hari Siwaratri jatuh pada hari “Catur Dasikrsnapaksa” bulan “Magha (panglong ping 14 sasih kapitu). Di dalam sastra hindu yaitu lontar Lubdhaka (oleh Mpu Tantular) disebutkan tentang pelaksanaan hari Ciwaratri. Pelaksanaan hari Ciwaratri diawali dengan pembersihan badan dengan cara mandi di pagi hari. Setelah melakukan persembahyangan pagi, kemudian dilanjutkan dengan melakukan puasa. Pada malam harinya dilakukan sambang samadhi yaitu tidak tidur semalam suntuk dengan cara menenangkan pikiran atau membaca kitab-kitab suci. Pada malam Ciwaratri ini, setiap orang mendapatkan kesempatan untuk melebur perbuatan buruknya dengan jalan melakukan brata Ciwaratri. Jadi sesungguhnya malam Ciwaratri adalah malam peleburan dosa, yaitu dosa-dosa yang telah dilakukan selama hidupnya. Orang yang paling berdosa sekalipun mendapat kesempatan melebur dosanya pada malam Ciwaratri.</p> <p style="text-align: justify;"><br /> Dalam materi nya I Made Agus Santikayasa atau Gus Cupak menuturkan kisah Lubdaka adalah seorang pemburu binatang di hutan yang dilakukannya setiap hari dan hasil buruannya dijual untuk kebutuhannya sehari-hari. Pada suatu hari, nasibnya sedang tidak beruntung, tidak satu ekor binatang pun bisa didapatkannya. Tanpa merasa lelah dan sang waktu berjalan terus, Lubdaka tetap meneruskan usaha berburunya hingga lupa waktu. Lubdaka lupa waktu hingga hari sudah mulai gelap. Dalam kegelapan tersebut dan berada di tengah-tengah hutan, membuat Lubdaka tidak bisa mencari jalan untuk pulang.Akhirnya, ia pun memilih memutuskan untuk bermalam di tengah hutan. Untuk itu, ia mencari pohon yang besar untuk tempatnya tidur karena takut terhadap ancaman binatang buas. Lubdaka memanjat sebuah pohon yaitu pohon bila yang di bawahnya terdapat air telaga yang jernih, dengan sebuah pelinggih berupa lingga. Lubdaka bersandar dengan nyaman pada pohon bila, namun tetap berusaha agar tidak tertidur walaupun ia mengantuk. Jika ia sampai tertidur, tentu bisa saja ia terjatuh dan menjadi makanan binatang buas. Maka dari itu, untuk menghilangkan rasa kantuknya, Lubdaka memetik dedaunan dari pohon bila satu demi satu dan menjatuhkannya ke bawah, sehingga mengenai lingga yang ada di bawahnya. Lubdaka sendiri tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siwaratri, di mana Dewa Siwa tengah melakukan tapa yoga semadi. Sambil memetik setiap daun bila agar terjaga hingga pagi, selama itu juga Lubdaka menyesali segala perbuatannya yang telah dilakukannya selama ini. Hingga Lubdaka bertekad tidak akan menjadi pemburu lagi, mengganti dengan pekerjaan lainnya, karena pekerjaan sebagai pemburu dengan membunuh binatang dianggap sebagai perbuatan yang penuh dosa. Tidak terasa hingga pagi sudah tiba kemudian Lubdaka berkemas-kemas pulang ke rumahnya.<em><strong> “Dalam memaknai hari suci Siwaratri, ada yang beranggapan bahwa Siwaratri bertujuan atau merupakan malam untuk melebur dosa. Apakah benar demikian? Sesungguhnya Siwaratri merupakan malam perenungan dosa, bukan peleburan dosa. Hal ini dimaksudkan untuk tujuan agar tercapainya kesadaran diri. Secara tatwa, Siwaratri itu simbolisasi dan aktualisasi diri dalam melakukan pendakian spiritual guna tercapainya ‘penyatuan’ Siwa, yaitu bersatunya atman dengan paramaatman atau Tuhan penguasa jagat raya itu sendiri,” Ungkapnya. </strong></em></p> <p style="text-align: justify;"><strong>(KIMDLG-002).</strong></p>
Sarasehan Siwaratri lan Persembahyangan Bersama Ngrastiti Bhakti ritatkala Rahina Siwaratri ring Desa Adat Dalung
11 Feb 2023